Bad 70
Bad 70
Bab 70
Apa yang sedang dilakukan oleh pria ini? Apakah dia mencoba untuk menunjukkan seberapa cepat mobilnya bisa melaju dengan kecepatan dari 30 mil sampai 70 mil?l Astaga, ini membuatku hampir terkena serangan jantung!
Elan melengkungkan bibirnya membentuk senyuman sebelum ia berkata, “Aku pikir kamu bisu.”
Tasya kembali menatap Elan, merasa kesal karena pria itu terdengar seperti sedang mengutuknya. “Kamu tuh yang bisu,” balasnya.
Meskipun demikian, Elan tidak marah melainkan ia merasa lucu dengan tanggapan dari Tasya sambil bereaksi dengan seringai yang lebih lebar. Saat mobilnya melambat di jalan, pria itu memutuskan untuk tidak mengerjainya lagi dan tetap diam sampai mereka tiba di Rumah Keluarga Prapanca.
Ketika melihat ke arah atas, Tasya disambut oleh pemandangan dari sebuah gerbang yang tampak megah di depan perumahannya. Saat itulah dia akhirnya menyadari betapa kaya dan berkuasanya Elan sambil menghubungkannya dengan apa yang dia dengar dari media bahwa tak ada yang bisa memperkirakan berapa nilai kekayaan keluarga Prapanca secara akurat. Lagi pula, apa yang mereka ungkapkan tentang kekayaan Elan hanya sekedar puncaknya saja.
Dengan segera, Tasya cepat-cepat memperbaiki pakaiannya, berharap untuk menampilkan dirinya yang terbaik di depan Hana.
Sementara itu, Elan sudah berjalan melewati pintu dengan Tasya yang mengikuti tepat di belakangnya, seolah olah mereka sedang memasuki sebuah taman di istana kerajaan dengan segala jenis pemandangan yang mahal dan spesies tanaman langka di sekitar area tersebut. Sementara itu, Hana sedang berbicara dengan Helen ketika dia mendengar tentang kedatangan Elan dari seorang pelayan.
Sementara Hana menyuruh Helen untuk pamit, Helen memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya kepada pelayan itu, “Apakah Elan membawa Nona Tasya bersamanya?”
” Helen, Apa kamu mengenal Tasya?” Hana yang tertegun berbalik dan menyampaikan kebingungannya kepada Helen
“Ya, aku mengenalnya. Dia adalah teman baikku ketika kami masih di sekolah dasar dan sekolah menengah.” Helen tersenyum lalu menambahkan, “Namun, kami kemudian terpisah satu sama lain karena beberapa kesalahpahaman.”
“Apakah dia tahu apa yang terjadi antara kamu dan Elan?” tanya Hana.
“Ya, dia mengetahuinya.” Helen mengangguk.
Hana menghela nafas, ia merasa sedih untuk mempercayai bahwa Helen, wanita yang memberikan keperawanannya kepada Elan, adalah mantan teman sekolah Tasya yang ibunya telah menyelamatkan nyawa cucunya itu.
Ketika Elan dan Tasya muncul di depan pintu ruang tamu, pria itu tercengang melihat Helen yang sedang duduk di samping neneknya karena dia tidak tahu sama sekali kalau Helen akan berada di sana. Pada saat yang sama, Tasya malahan sangat kesal saat mengetahui kehadiran Helen sambil memperlihatkan kedua matanya yang dipenuhi oleh rasa dendam dan kebencian setiap kali dia melihat Helen di depannya. Copyright Nôv/el/Dra/ma.Org.
1. 1.
– La
d i.9″ ci–
1. L.
u.1–
-L-lan
! and
norintannanninin
“Maafkan aku, Elan. Aku hanya ingin bertemu dengan keluargamu, jadi…” Helen menggigit bibirnya dan menunduk terlihat seperti ketakutan untuk dimarahi.
Di sisi lain, Elan menatap lurus ke wajah Helen, berpikir bahwa dia pasti sudah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan kepada Hana.
“Nah, ini dia, Nona Tasya. Silakan masuk dan duduklah.“ Hana hampir tak bisa menyembunyikan perasaan sukanya pada Tasya.
Tasya pun dengan sopan menyapa Hana. “Selamat siang, Nyonya Prapanca.”
“Nona Tasya, aku sudah tak sabar ingin bertemu denganmu. Sekarang setelah kita berdiri di sini saling berhadap-hadapan, kamu terlihat jauh lebih cantik dari yang aku bayangkan!” Hana memuji Tasya, secara tidak langsung ia mengungkapkan rasa sukanya pada Tasya.
Di sisi lain, Helen, yang melihat interaksi dia antara mereka, sudah tak bisa menahan rasa cemburu pada Tasya karena mereka menganggap bahwa Keluarga Prapanca sudah berhutang budi pada Tasya karena ibunya telah menyelamatkan Elan. Untuk itu, Helen berharap dia bisa bertukar tempat dengan Tasya dan mengklaim tempatnya sebagai Nyonya Muda Keluarga Prapanca.
“Kamu sudah di sini, Tasya,” Helen pun menyapa Tasya.
Tasya hanya menatapnya dengan dingin sebelum mengalihkan perhatiannya kembali pada Hana. “Nyonya Hana, kami ingin berbicara dengan anda secara pribadi.”
Mendengar hal itu, Elan menyspitkan matanya sambil bertanya-tanya apakah Tasya akan menolak bantuan neneknya.
“Tentu saja! Lagipula aku juga ingin berbicara denganmu.“ Hana pun meraih tangan Tasya. “Ayo. Mari kita duduk dan bicara.”, .
Dengan segera, Tasya dan Hana berjalan ke arah taman di luar ruang tamu di mana ada sofa yang nyaman dengan pemandangan yang indah. Tidak lama setelah itu, seorang pelayan segera menyuguhi kedua wanita itu dengan beberapa buah dan kue kering. “Ini teh Anda, Nona Tasya.”
“Terima kasih, Nyonya Prapanca.” Tasya mengangkat cangkir tehnya dan menyesap teh yang memancarkan aroma menyegarkan itu.
“Nona Tasya, aku ingio mengucapkan terima kasih atas perjuangan ibumu yang telah menyelamatkan cucuku saat itu. Dan aku juga sedih tentang kematian ibumu, aku sebenarnya telah mencoba mencari kesempatan untuk menebusnya kepadamu dan keluargamu,” kata Hana dengan tulus.
Merasakan kedukaan Hana, Tasya pun menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Tolong jangan sungkan, Nyonya Prapanca. Ibuku sudah menyelamatkan cucurou karena itu adalah hal yang memang sudah sepatutnya dlakukan olehnya.”
“Nak, aku ingin kamu tahu bahwa Keluarga Prapanca akan selalu nienjadi rumah keduamu selama kamu tidak keberatan. Sementara itu, aku juga ingin menjadi nenekmu dan melakukan yang terbaik untuk menjagamu dan putramu,” tutur Hana sambil berlinangan air mata